Surya Sang Pelita Hati




    Di suatu daerah terpencil, tepatnya di daerah kaki Bukit Jung Hoon tinggallah sebuah keluarga yang kondisinya sangat memprihatinkan. Keluarga ini terdiri dari sepasang suami istri yang bernama Muhammad Teguh dan Siti Istiqomah serta seorang anak laki-laki yang bernama, Muhammad Surya Tegar. Surya adalah anak yang cerdas, terampil, berbudi pekerti luhur, kreatif dan berbakti kepada kedua orang tua. Ia memang berasal dari keluarga yang tidak mampu, karena ayahnya hanya bekerja sebagai nelayan dan penghasilannyapun tidak pasti, sedangkan ibunya telah meninggal karena kecelakaan sejak Ia berumur satu tahun, tetapi hal itu bukan menjadi halangan untuk menggapai angannya, Ia tetap terus berusaha dan bersemangat. 
    Setiap pagi, Ia selalu bangun pagi, Ia segera mengambil air di kaki bukit. Padahal jarak rumahnya dengan kaki bukit sangatlah jauh , tetapi ia tetap menjalaninya dengan ikhlas, demi meringankan pekerjaan ayahnya. Disela hari-harinya selalu Ia gunakan untuk membantu ayahnya, seperti : mencuci pakaian, memberi makan ternak, menyapu halaman, dll.
    Malam pun tiba, suasana sunyi, sepi, selalu manghiasi tempat tinggalnya. Walaupun dengan makan malam seadanya, tetapi Ia dan keluarganya tetap terlihat lahap. Setelah selesai makan malam, Ia segera mengambil air wudlu untuk mengerjakan sholat Isya’. Sehabis sholat Isya’, Ia menyempatkan diri untuk membaca Al-Qur’an. Lalu Ia belajar dengan sungguh-sungguh. Tak terasa hari sudah larut malam, Ia segera tidur. Meskipun tidur hanya beralaskan tikar, namun baginya itu bukan masalah, Ia tetap tidur dengan nyenyak dan berharap akan bermimpi indah. Semua itu dijalaninya setiap hari tanpa rasa mengeluh.
     Pagi buta, Ia sudah bangun, Ia segera melaksanakan Shalat Subuh. Selesai Shalat Subuh Ia langsung melaksanakan tugas-tugasnya dengan cekatan. Karena, hari ini Ia akan mengikuti Lomba Cerpen Bahasa Indonesia tingkat kecamatan. Walaupun ayahnya belum pulang, Ia percaya bahwa ayahnya selalu mendo’akannya. 
    Ia segera berangkat menuju ke tempat lomba. Ia menulis cerpen dengan cermat dan teliti. Dan tak disangka ternyata Ia menang dan lolos ke lomba berikutnya, yaitu lomba tingkat kabupaten. Ia pulang dengan penuh rasa senang..
    “Ayah…! Ayah…! Ayah…! Surya menang lomba!” teriak Surya dari kejauhan.
    Tetapi, sesampai di rumah ayahnya belum pulang. Ia cemas dan sangat khawatir.    “Assalamu’alaikum…Assalamu’alaikum… Lhoh kok tak ada yang jawab? Ayah kemana ya?” tanya Surya sendiri kebingungan.
    Tanpa ragu, Ia masuk rumah dan melihat seluruh ruangan, ternyata ayahnya belum pulang. Surya menunggu ayahnya di depan rumah sambil menggenggam selembar piagam dan sebuah thropy. Karena hari sudah malam, Ia menunggu ayahnya di dalam rumah. Tak terasa, saking ngantuknya Ia tertidur.
    Ayam mulai berkokok, hari sudah pagi. Surya terbangun dari tidurnya.
    “Aduhh…,apa  ini sudah pagi?”kata Surya sambil menguap.
    Lalu Ia membuka jendela dan terkejut, ternyata hari memang sudah pagi. Namun, Ia masih bingung, karena ternyata ayahnya belum juga pulang. 
    “Hah…! Ini sudah pagi? Ayah sudah pulang belum ya? Coba lihat aja lah…! Lha kok tak ada, apa ayah belum pulang?” tanya Surya sendiri kebingungan.
    Surya menunggu ayahnya hingga sore. Namun, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu beserta ucapan salam. Surya pun segera membuka pintu.
    Surya segera membuka pintu. Ia sangat terkejut, ternyata tamu itu adalah ayahnya. Ia segera memeluk dan berteriak gembira. Ia lebih terkejut lagi, karena ayahnya membawa sepatu untuknya. Memang, sepatu Surya sudah jebol dan tak layak pakai. 
    “Ayah….!!! Ayah kemana aja, kok sekarang baru pulang?”Tanya Surya.
    “Ayah mencari nafkah sayangku… Oya tahu enggak? Ayah bawa sepatu buat kamu.”  kata ayah.
    “Oya? Makasih sekali yah? Wahh, bagus banget yah? Aku suka banget?” kata Surya.
    Surya berkata pada ayahnya bahwa Ia menang lomba menulis cerpen tingkat kecamatan. Ayahnya pun merasa bangga sekali kepada anaknya.
    “O …iya yah, ini piagam serta thropyku, aku menang lomba menulis cerpen tingkat kecamatan lho!” kata Surya.
    “Wow! Kamu itu memang Surya, Sang Surya yang selalu menyinari hati ayah, yang membuat ayah selalu tegar dan mampu menjalani hidup ini dengan penuh semangat. Kamu memang Surya Sang Pelita Hati bagi ayah. Ayah bangga sekali pada kamu.” jelas ayahnya.
    “Ah ayah bisa aja? Jangan lupa ya yah, do’akan Surya, besok Surya lomba lagi tingkat kabupaten.” kata Surya.
    “Pastilah nak! Em.... besok ayah tidak melaut kok.”  jawab Ayahnya.
    “Yee... berarti besok kita bisa sarapan bareng yah?” kata Surya senang. 
    Mereka mengambil air wudlu untuk melaksanakan Sholat Maghrib. Kemudian, mereka tidur. 
    Seperti biasa, setiap pagi Surya melaksanakan tugas sehari-harinya. Hari ini Ia akan melaksanakan lomba cerpen tingkat kabupaten. Selesai menjalankan tugas sehari-hari, Ia berpamitan kepada ayahnya untuk mengikuti lomba menulis cerpen tingkat kabupaten.
    “Yah, aku mau lomba dulu ya? Do’ain ya, semoga menang lagi?” pamit Surya.
    “Iya nak, hati-hati ya?” jawab Ayah Surya.
    “Siipp!!!” kata Surya.
    Ia datang tepat pada waktunya,lomba akan dimulai. Ia membuat cerpen yang menarik. Ternyata Ia menjadi pemenang lagi dalam lomba ini. Ia sangat senang menjadi pemenang lagi dalam lomba ini. Ia pulang dengan mata berseri-seri, dan tidak sabar lagi ingin bertemu ayahnya.
    Sampai rumah, ternyata tidak ada ayahnya. Ia tidak tahu jika ayahnya sedang pergi melaut mencari ikan untuk lauknya. Tetapi, Ia terlihat santai, karena dipikirnya, hanya seperti hari sebelumnya. 
    Assalamu’alaikum… assalamu’alaikum? Lhoh ayah kok nggak ada. Paling juga kaya kemarin.  
    Ditunggunya sampai larut malam, ayahnya juga belum pulang. Ia pun tertidur. Paginya, ayahnya belum juga pulang. Dengan firasat yang tidak baik, Ia langsung mencari ayahnya di pantai. Sama sekali tak disangka, menurut tetangganya ayahnya sudah meninggal ditelan ombak. Mendengar kata-kata itu, Ia sangat terpukul dan meneteskan air mata. Ayah yang selama ini telah setia merawatnya, selalu memberikan motivasi kini telah tiada.
    Padahal hari ini adalah hari dimana Surya akan menghadapi lomba menulis cerpen Bahasa Indonesia tingkat provinsi, karena sebelumnya Ia telah memenangkan lomba tingkat kecamatan dan kabupaten. Pada hari ini, seharusnya Ia merasa senang dan bangga karena Ia dapat meneruskan lomba menulis cerpen ketingkat provinsi, tetapi hari ini tak seperti yang menjadi harapan Surya. Ia sangat sedih, karena pada saat Ia akan lomba, tak ada lagi ayah tercintanya yang selama ini telah memberikan motivasi dan dorongan agar Surya bersemangat untuk menghadapi lomba. 
    “ Ya Allah, hari ini adalah hari yang sangat penting bagiku, tapi mengapa ayahku sudah tiada di sampingku lagi!” keluh Surya.
    Tetapi Surya selalu ingat atas kata-kata dari ayahnya. Pada saat  itu ayah Surya berkata kepada Surya bahwa, Ia adalah Sang Surya, Ia adalah Surya Sang pelita hati bagi ayahnya. Mengingat kata-kata dari ayahnya tersebut, Surya pun kembali bersemangat dan dalam hatinya berjanji akan memenangkan lomba tersebut demi membahagiakan orang tuanya, walaupun Ia sudah yatim piatu. Tanpa berpikir panjang, Ia langsung pulang bersiap-siap akan mengikuti lomba. Tepat pukul 06.30, Surya berangkat menuju tempat lomba dengan menggunakan sepeda onthelnya yang sudah berkarat dan kusam. Semua itu dijalaninya demi membahagiakan kedua orang tuanya. Walaupun, orang tuanya sudah tiada, Ia yakin orang tuanya akan bahagia melihatnya
    Setelah sampai di tempat lomba, dag dig dug selalu menyelimuti hatinya. Peserta lomba satu per satu mulai datang, termasuk Bryan dan Raka yang pernah bertemu Surya saat Surya pulang sekolah. Bryan dan Raka adalah anak orang kaya yang sombong. Mereka saudara sepupu. Saat bertemu Surya, Bryan dan Raka sedang mengendarai mobil. Karena habis hujan, jalananpun tergenang air. Surya yang hanya berjalan kaki pulang sekolah, terpecik air hujan yang kotor dan keruh. Surya pun kesal dan berteriak.
    “Hey…kalau pakai mobil hati-hati donk!!!” teriak Surya. 
Mobil Bryan dan Raka pun mundur, lalu mereka menbalas omongan Surya dari jendela.
    “Hahaha, apa kamu bilang??? Hati-hati?? Yang harusnya hati-hati itu kamu! Dasar anak kampung!!” cetus Bryan dan Raka mengejek Surya.
    Mengingat peristiwa itu, Surya menjadi minder jika bertemu mereka lagi. 
    “Lhoh, itukan orang yang pernah bertemu aku dan mengejek aku…!! Duh,, gimana ni, kalau mereka lihat aku, pasti aku diejeknya lagi..!!” bingung Surya. 
    Surya kebingungan dan hanya mondar-mandir. Sampai suatu ketika, Surya tidak sengaja menabrak tempat sampah alumunium yang ada di dekatnya. Prang…prang…byar!!! Dan semua orang pun melihat ke arah Surya, tidak terkecuali Bryan dan Raka. Karena peristiwa itu, Bryan dan Raka menjadi tahu jika Surya juga mengikuti lomba menulis cerpen. 
    “Lihatlah Bryan, orang itu bukannya orang yang berani-beraninya mengejek kita waktu di jalan? tanya Raka. 
    “Heemzz,, iya ya Ka, sepertinya benar katamu. Kalau begitu, pintar juga ya anak kampung itu…ha..ha..ha…!” jawab Bryan.
    “Tapi Bryan, kamu jangan meremehkan dia seperti itu, dia akan menjadi saingan kita! Dengar-dengar, dia itu memang pandai!” kata Raka.
    Mendengar ucapan Raka, Bryan hanya terdiam. Hati Bryan pun menjadi tak tenang. Lalu ia berkata, ”Gawat,,, kalau begitu, kita harus melakukan sesuatu..! kalau tidak…” 
    Belum selesai bicara, Raka memotong omongan Bryan.
     “Iya, aku sudah tahu apa maksudmu! Kita gak boleh kalah dengan anak kampung itu! Kita harus lakukan sesuatu agar dia kalah!” kata Raka.
    “Iya, aku sangat setuju!” jawab Bryan.
    Bel tanda masuk sudah berdering. Itu artinya, Surya akan segera mengikuti lomba. Satu per satu peserta lomba memenuhi ruangan, begitu juga Surya,Bryan,dan Raka.Semua peserta mulai duduk ditempat masing-masing.Bryan dan Raka yang duduk bersebelahan dengan Surya langsung mengejek Surya.
“Aduh,bau apa ini?” sindir Bryan.
“Iya,seperti bau sampah jalanan. Hahaha.” jawab Raka ikut menyindir.
“Sepertinya bau ini berasal dari situ.” Bryan menunjuk kearah Surya.
Walaupun banyak yang mentertawakanya, Surya tidak merasa minder, Ia tetap sabar menghadapi banyak ejekan untuknya. 
Lomba sudah dimulai. Waktu demi waktu berlalu, Bryan dan Raka sudah siap menjalankan rencana jahatnya.Saat Surya mengantar teman sebangkunya pergi ke toilet. Raka mengalihkan perhatian pengawas lomba dan saat itu juga Bryan berhasil mengambil cerpen hasil karya Surya  dan kemudian Bryan sembunyikan ke dalam tasnya.Saat Surya kembali, Ia bingung dan cemas mencari cerpen yang telah selesai ia buat. Sampai waktu selesai Surya tidak mengumpulkan cerpen miliknya.
“Surya, cepat kumpulkan!” perintah pengawas lomba kepada Surya .
“Maaf pak, punya saya hilang.” jawab Surya dengan nada yang pelan.
“ Maafkan saya,kamu tidak dapat mengikuti lomba ini, kecuali kamu sudah menemukan hasil cerpen buatanmu.” kata pengawas lomba.
Selama berjam-jam Surya tidak juga menemukannya. Jadi, terpaksa Surya tidak bisa mengikuti lomba.Surya pulang ke rumah dengan perasaan yang sangat sedih.Surya merasa tidak bisa membahagiakan orangtuanya.Surya berdoa kepada Allah SWT agar ia dapat menemukan cerpennya yang hilang.
Di jalan,Bryan dan Raka tertawa terbahak-bahak karena rencananya tadi berjalan dengan lancar. 
    “Ha…ha…ha... anak kampungan itu udah nggak akan menang, semua udah ada ditangan kita.” kata Bryan sambil tertawa kegirangan.
    “Yo’i, pasti pemenangnya udah ada diantara kita donk? Iya nggak?” jawab Raka.
    “Pastinya lah!” jawab Bryan.
Karena terlalu kegirangan, sampai-sampai ia tidak melihat ada mobil pembawa tanah liat di depannya. Tiin..tiin.. Bryan dan Raka sangat terkejut dan tidak bisa berbuat apa-apa. Dari kejauhan tampak Surya yang berlari ke arah Bryan dan Raka. Aaa..teriak Bryan. Namun apa yang terjadi. Surya menyelamatkan mereka berdua. Bryan jadi merasa bersalah atas ulah jahat mereka kepada Surya selama ini. Padahal Surya selalu bersikap baik kepada Bryan dan Raka walaupun Surya selalu diejek dan dibentak oleh Bryan dan Raka. Bryan merasa sangat berhutang budi kepada Surya, sedangkan Raka masih sedikit jengkel kepada Surya. Namun, setelah Raka tahu bahwa Surya telah menyelamatkan nyawanya, Raka langsung mengucapkan maaf dan berterimakasih.
    “Aduh…!!  I..i…ih…!! Jijae dech…!!!” keluh Raka karena terkena tanah becek.
    “Gimana? Kalian baik-baik saja kan?” tanya Surya.
    “Lhoh...kenapa kamu disini?” tanya Raka sadis.
    “Hey…kamu tu jangan gitu, dia udah nyelametin nyawa kita!” jelas Bryan.
    “Oh…gitu ya? Maaf ya Surya? Makasih juga udah nyelametin kita.” kata Raka.
    “Iya, aku juga minta maaf kalau selama ini kita sering ngejek kamu dan makasih ya?” kata Bryan.
    “Iya, tidak apa-apa kok, yang penting kalian selamat.” jawab Surya.
     Bryan dan Raka merasa bersalah karena telah mencuri cerpen milik Surya. Tetapi mereka berjanji akan mengembalikan cerpen itu dan mengumpulkannya ke panitia lomba agar Surya bisa menang.
    “Em…Surya, sebelumnya aku minta maaf, ini cerpen kamu, tadi aku ambil waktu kamu ijin ke toilet.” kata Bryan dengan jujur.
    “Ha…? Tetapi… ya sudahlah tidak apa-apa.” jawab Surya dengan penuh rasa kecewa.
    “Kita janji kok akan mengumpulkan cerpen ini ke pamitia lomba atas nama kamu.” kata Bryan. 
    Mereka bergegas ke ruangan lomba tadi untuk mengumpulkan cerpen milik Surya. Untung saja cerpen itu masih diterima oleh panitia.  
    Sebagai tanda terima kasih, Bryan dan Raka mengajak Surya untuk bermain ke rumah Bryan, lagi pula pengumuman pemenang lomba masih dua hari lagi. Surya pun menerima ajakan dari Bryan dan Raka.
    “Surya, gimana kalau nanti kamu main ke rumaku saja?” kata Bryan. 
    “Ah..tidak usah, aku ini kan cuma anak kampong.” jawab Surya.
    “Sudah jangan ungkit-ungkit masalah itu lagi! Ok?” kata Bryan.
    “Bener tu kata Bryan.” sambung Raka.
    “Ya sudahlah aku mau, tetapi…kalian tidak keberatan?” tanya Surya.
    “Sama sekali tidak!” jawab Surya dan Bryan serentak.
    Sampai rumah Bryan, mereka bermain sambil mengobrol. Bryan dan Raka baru tahu jika kedua orang tua Surya sudah meninggal, Bryan berniat mengajak Surya untuk tinggal di rumahnya. Apalagi Surya itu sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Dengan pemikiran yang matang, Surya menerima tawaran dari Bryan. Mereka menjadi sangat akrab layaknya seperti saudara kandung. 
    Tiba saat pengumuman lomba, Surya datang bersama Bryan menggunakan mobil mewah. Tak disangka, lagi-lagi Surya memenangkan lomba tersebut dan maju ke tingkat nasional. Ia sangat senang dan bangga pada dirinya sendiri. Akhirnya Surya menjadi seorang penulis cerpen yang professional. Ia menjadi orang yang terkemuka dan orang yang kaya raya. Semua itu berkat kerja kerasnya selama ini, serta dukungan dari orang tuanya. Surya memang contoh teladan yang baik, Ia tidak pernah menyerah dalam menggapai angannya.